KISAH BORU NAITANG
Tu
tonggi na tu tabo na
Halak
siose padan
Tu
ribur na to mago na
Pada zaman dulu di
sebuah desa , ada seorang perempuan yang sangat cantik jelita,
karena kecantikannya banyak anak raja datang untuk melamarnya
sebagai isteri . Di antara anak raja-raja tersebut hanya satu yang
berhasil menundukkan hati perempuan tersebut , yaitu anak Raja Sinaga dari
daerah Sirait .dan perempuan itu bernama Siboru Naitang. Untuk memeriahkan
pesta perkawainan itu, Raja Sinaga membuat pesta yang sangat
meriah selama tujuh hari tujuh malam.
Jika dilihat dari
segi ketampanan dan kegagahan memang anak Raja Sinaga pantas mendapatkan
seorang istri yang cantik ,tetapi jika dilihat dari segi sifat dan tingkah laku
memang mereka kurang serasi.
Setelah mereka
menikah, sering Siboru Naitang sering melamun, dan terbawa arus pikirannya ,
sudah sering anak Raja Sinaga memperingati isterinya supaya lebih terbuka
menerima dirinya sebagai suami, namun hal ini tidak digubris oleh isterinya
.Lama kelamaan sikap anak Raja Sinagapun berubah dan sering
menjadi kasar dan akhirnya dia mulai mau menyiksa maupun menganiaya
, tetapi semua itu ditahan sendiri karena dia yang memilih .Karena
sering di siksa dan dianiaya akhirnya dia membuat tekad harus pisah
dengan suaminya, maka disusunlah sebuah rencana .Mengapa dia
bersikap seperti itu?.
Sebelum menikah
dengan anak Raja Sinaga , Siboru Naitang sebenarnya sudah mempunyai
seorang kekasih yang bernama Raja Inar Naborngin yang juga saudara kembarnya ,
mereka sudah seperti suami istri, dan untuk menutupi
perbuatannya, mereka akhirnya sepakat agar Siboru
Naitang menerima pinangan Raja Sinaga.
Karena kurang
pengawasan orang tuanya Siboru Naitang sudah membuat suatu sumpah
dengan Raja Inar Naborngin, dimana mereka mencucuk ujung jari masing-masing
sampai mengeluarkan darah, kemudian darah tersebut mereka satukan di
dalam tempayan,lalu meminumnya dan bersumpah demi langit dan bumi
mereka akan menikah dan tak mau dipisahkan oleh apapun .adapun isi sumpah
mereka adalah:
Dengke ni sabulan
Tu tonggi
na tu tabo na
Halak
siose padan
Tu ribur
na tu mago na
|
Yang artinya :
Barang siapa yang melanggar sumpah
Akan
menjadi hancur seiring perjalanan waktu
Walaupun
sudah sekian lama menjadi suami istri, namun belum ada terlihat tanda-tanda
bahwa Siboru Naitang sedang mengandung anak. Disuatu saat, Siboru
Naitang merasa jenuh tinggal di rumah dan ingin melihat
saudara kembarnya ,kemudian dia mengusulkan kepada suaminya dan
berkata,
"Suamiku
tercinta, alangkah baiknya kalau kita bisa berkunjung ke rumah bapak mertua di
Pangururan, mungkin setelah kita mengunjungi mereka kita
akan mendapat keturunan, karena selama ini pikiran aku selalu terbanyang akan
mereka".demikian kata Siboru Naitang membuka pembicaraan, sambil membelai
suaminya, walaupun itu terasa berat.
"Wah.. itu ide
yang baik, istriku sayang..., senang hatiku atas idemu itu; kalau begitu
persiapkan saja bekal-bekal yang perlu agar kita dapat segera berangkat
besok." demikian kata suaminya.
"Karena
perjalanan kita cukup jauh, kira-kira perjalanan setengah hari, jadi tidak
usalah membawa bekal yang banyak, cukup untuk bekal diperjalanan
saja," demikian jawaban dari Siboru Naitang.
Perjalanan ini baru
pertama kali mereka lakukan berkunjung ke rumah mertua anak Raja Sinaga. Mereka
berangkat berdua dan juga membawa seekor anjing kesayangan mereka.
Walaupun sudah
beberapa bulan mereka menjadi suami istri, tetapi rupanya Siboru Naitang tidak
pernah mau memberikan perhatian kepada suaminya. Sering juga dia hanya duduk
santai dirumahnya, karena dia selalu terngiang tentang apa yang pernah dia
lakukan dengan saudara laki-laki kandung kembarannya sendiri Inar
Naiborngin, sebagai temannya bermain di taman, di ladang, maupun di sawah,
termasuk sebagai temannya bersenda gurau di Balai yang terdapat di ladang
mereka.
Semua kejadian suka
dan duka itu selalu tergiang di benak Siboru Naitang dan juga sumpah
yang sudah mereka ucapkan dalam perjalanan dengan suaminya, walaupun
terik matahari demikian kuat menyengat kulit, namun mereka tetap semangat walau
keringat mengucur bagaikan air mendidih. Oleh karena itu mereka menjadi
cepat lelah, lebih lagi suaminya yang sudah beberapakali menguap ternganga
karena mengantuk, sehingga badannyapun sudah mengidamkan untuk berbaring karena
lelah di terik matahari itu. Akan tetapi karena merasa malu kepada
istrinya, diapun berusaha melangkahkan kakinya selalu di depan .
Setelah mereka
sampai di kawasan Tanah Simbolon arah ke perbukitan dekat kampung,
anak Raja Sinaga tidak tahan lagi menahan capek dan
kantuknya, maka dia minta berhenti untuk beristirahat, akhirnya mereka berteduh
dibawah pohon Bintatar yang ada dekat lembah . Mereka duduk bersama disebelah
pohon itu. Ada perasaan lega berteduh dibawah rindangnya daun-daun pohon
Bintatar itu. Karena saking kantuknya sang anak raja itu tertidur pulas di
pangkuan sang istri Siboru Naitang.
Memang sudah ada
niat asing dibenak Siboru Naitang untuk berpisah dengan suaminya sejak mereka
berangkat dari rumahnya di Sirait Nainggolan. Sewaktu dia melihat suaminya
tertidur pulas, maka timbullah niat untuk menghabisi nyawa suaminya. Pada saat
bersamaan itu teringat dia kepada saudara laki-laki kembarannya Inar
Naiborngin,dalam halunisasinya tergambar dengan jelas sedang melambaikan
tangan memanggil-mangilnya, dan seolah meminta agar mereka dapat segera bertemu
untuk melepaskan rindu.
Kemudian Siboru
Naitang mengamati suaminya yang tertidur pulas itu dengan mata penuh
selidik apakah suaminya sudah nyenyak atau belum, kemudian ia mencabut belati
tajam yang terselip dipinggang suaminya, lalu dia mengatur posisinya dengan
menumpu lutut kirinya ke tanah sementara kaki sebelah kanan mengangkangi kepala
suaminya yang sedang tertidur pulas itu. Dalam sekejap mata ia sudah
menggorokkan belati tajam itu ke leher suaminya , dan seketika itu anak Raja
Sinaga tewas tanpa ada perlawanan.
Kemudian Siboru
Naitang segera mengemasi mayat suaminya, lalu badan suaminya di
buang ke dalam lembah, akan tetapi kepalanya yang sudah terputus itu dijinjing
sampai ke kampungnya . Dalam perjalanan yang tergesa-gesa itu, dia tidak lagi
menanggapi orang-orang yang sedang menyapanya dalam perjalanan.
Memang pada jaman
itu dirasa aneh apabila seorang berempuan yang melakukan perjalanan tanpa
didampingi oleh laki-laki apalagi yang sudah punya suami .
Setelah sampai di
kampung , dia langsung mencari saudara laki kembarannya itu, tetapi bungkusan
kepala yang dijinjingnya itu disembunyikan terlebih dahulu .
Karena tergesa-gesa
dia tidak memperhatikan bahwa anjingnya tidak mengikutinya lagi. Dan sudah
pulang duluan kembali ke kampung tuannya di Sirait Nainggolan.
Memang agak heran
raja di Sirait, dan dia merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres dalam
perjalanan anak dan menantunya itu, karena anjing
kesayangan mereka pulang terlebih dulu.
Keesokan harinya,
mereka memanggil seorang dukun untuk membaca tenungan (parhalaan =
kalender batak) atas anaknya dan menantunya. Kemudian sang dukun
menggerak-gerakkan jeruk purut yang mengambang di cawan, lalu berkata:
"Aku ada
melihat menantu raja dalam keadaan sehat walafiat, akan tetapi anak raja tak
terlihat, dan hanya ada bungkusan yang menyertai perjalanan menantu raja itu,
dan tidak ada manusia yang lain yang tampak."
Biasanya hati sang
raja tidak pernah khawatir bila mendengar ramalan , bahkan untuk memberangkatkan
anaknya ke medan perangpun dia masih merasa tenang, namun kali ini sepertinya
hatinya merasa gusar, serasa keyakinannya mulai goyah.
Untuk menutupi
perasaan yang gusar , maka Sang raja menyuruh anak buahnya untuk
mempersiapkan bekal untuk menyusul ke kampung hula-hula anaknya itu
di Pangururan di bawak kaki Dolok Pusuk Buhit, karena dia sudah yakin ada
masalah yang terjadi dalam perjalanan anaknya itu.
Setelah anak
buahnya sampai di Pangururan, mereka menuju kampung Naibaho Siahaan.
Kemudian menanyakan di mana anak dan menantunya berada. Raja
Naibaho yang ditanya itupun menjadi bingung , karena menurut
pemberitahuan putrinya bahwa dia hanya sendirian datang karena alasan yang
sangat rindu keluarga, dan berkata .
“Memang benar juga
itu ipar (lae), putriku sudah di sini dua hari yang lalu. Aku memang menanyakan
mengapa hanya dia sendiri yang datang tanpa menantu kami anak raja itu. Putri
kami mengatakan, menantu kami itu kurang suka perjalanan yang agak jauh, tetapi
walaupun hanya putriku yang datang, katanya mereka sudah sepakat.”
Mendengar jawaban
Raja Naibaho itu, perasaan Raja Sinaga terasa lunglai, dan dia semakin
bertanya-tanya di mana gerangan anaknya berada, karena memang mereka
diberangkatkan secara resmi. Oleh karena itu ia minta untuk memanggil
menantunya supaya dapat didengar penjelasan tentang perjalanan mereka.
Pada awalnya,
Siboru Naitang mengatakan:
"Suamiku sudah
pulang kembali dari tengah perjalanan karena merasa sangat letih melakukan
perjalanan itu. Aku dengan senang hati memberangkatkan dia pulang dari tengah
perjalanan, aku merasa khawatir juga bahwa anak raja itu tidak terbiasa melakukan
perjalanan jauh, makanya aku usulkan dia pulang saja.”
Kemudian Siboru
Naitang melanjutkan:
"Sebenarnya
aku mengusulkan untuk menginap saja di kampung yang dekat dengan tempat kami
beristirahat, tetapi aku melihatnya sudah semakin enggan melanjutkan perjalanan
kami yang masih jauh, sehingga aku menyetujui saja permintaannya untuk kembali
pulang."
Penjelasan yang
diberikan oleh Siboru Naitang, dapat mereka terima tanpa ada unsur kecurigaan,
karena dia menyampaikannya dengan wajah yang tenang, bicara yang jelas, dan
beralasan.
............................................................................................
Lain hal dengan
anjing Raja Sinaga ,anjing
tersebut berkeliling-keliling sekitar kampung Raja
Naibaho,karena anjing itu mencium ada bau tuannya. Kemudian Sang
anjing, hilir mudik mencari tuannya sehingga sampai ke
pondok dekat kampung itu di mana tempat Siboru Naitang menyimpan kepala
suaminya. Melihat anjingnya gelisah, kemudian raja Sinaga memanggil anjing itu
sambil mengelus-elus kepalanya.
Setelah diamati
secara teliti ternyata anjingnya itu sedang menangis mencucurkan airmata,
Melihat hal ini semakin jelaslah kecurigaannya bahwa sudah terjadi sesuatu yang
buruk terhadap anaknya di kampung besannya Raja Naibaho. Kemudian dia
menginstruksikan kepada pengawalnya untuk mengikuti kemana anjing itu
pergi tanpa diketahui Raja Naibaho. Tetapi anjing itu tidak mau lagi
pergi dari samping tuannya dan matanya terus saja mencucurkan airmata.
Kemudian Raja
Sinaga itu berdiri dengan maksud agar anjing itu pergi mencari di mana anaknya
berada. Kembali anjing itu mengiba-ibaskan ekornya dan terlihat gelisah di
rumah Raja Naibaho itu.Seketika melompatlah anjing itu mengarah ke bagian atas
rumah , sambil mengaum panjang seperti tangisan sehingga yang hadir di kediaman
Raja Naibaho merasa ngeri mendengar suara lengkingan anjing itu. Melihat sikap
anjingnya yang demikian, Raja Sinaga berkata kepada Raja Naibaho:
"Sudah ada
tergerak dihatiku bahwa ada sesuatu yang tak beres sedang terjadi kepada
anakku. Oleh karena itu cobalah dulu dipanggil kembali Siboru Naitang supaya
tegas aku meminta penjelasannya."
Setelah menantunya
Siboru Naitang datang, secara langsung Raja Sinaga mendesak agar diberi jawaban
yang tegas di mana mayat anaknya disembunyikan, karena sudah terjadi sesuatu
yang buruk kepada anaknya , hal ini terlihat dari tangisan anjingnya Sihuring,
dan berkata
"Kalau memang
sudah nasib anakku tidak berkelanjutan menjadi suami menantuku, itu sudah
takdir bagiku, aku tidak bermaksud apa-apa padamu menantuku, tetapi coba secara
tegas menantuku katakan apa yang sedang terjadi", demikian kata Raja
Sinaga sambil terisak.
Siboru Naitang
menjadi terharu dan luruh hatinya.Kemudian dia
menjelaskan bahwa suaminya -anak Raja Sinaga itu sudah meninggal, dan
kepalanya diakuinya dibawanya yang disembunyikannya di langit-langit rumah itu.
Seketika Raja
Sinaga menangis berteriak dengan suara keras, demikian pula besannya Raja
Naibaho, karena diapun memang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di
kampung itu, lagipula kepala menantunya itu ternyata terletak dilangit-langit
rumahnya.
Setelah penggalan
kepala itu diambil dari langit-langit rumah itu, seketika pengawal Raja Sinaga
hendak mengobrak-abrik seisi kampung , tetapi Raja Sinaga menghentikan dan
berkata dengan suara kuat:
"Lebih baik
aku mendengar dulu apa hukuman yang akan dijatuhkan kepada Siboru Naitang yang
berhati macan itu, yang membunuh sendiri suaminya”.
Kemudian Raja Naibaho
menyetujui permintaan besannya itu
"Besok
pagi kami akan menenggelamkannya ke tengah danau yang paling dalam, agar dia
dimakan ular Siniangnaga yang datang dari pusat bumi, kemudian agar dihempaskan
angin topan ke hutan belantara sehingga dia akan dicabik-cabik babiat sitelpang
(harimau), harimau leluhur penegak hukum. Tidak mesti hukum manusia yang
dijatuhkan kepada manusia seperti ini, tetapi biarlah para leluhur dari Pusuk
Buhit yang pantas menghukumnya. Tabahkanlah hati besanku, kalau engkau berkenan
atas apa yang aku sampaikan tadi, tak usalah kami memanggil raja-raja hakim
untuk memutuskannya."kata Raja Naibaho.
Setelah
mereka besanan itu saling sepakat, kemudian Raja Sinaga dan pengawal pulang ke
kampungnya. Namun Siboru Naitang terlihat tidak menyesali
perbuatannya dan dia rela mendapat hukuman sebagaimana yang disampaikan oleh
ayahnya itu.
Keesokan harinya,
dibunyikan gendang (Ogung) untuk menghantarkan putrinya itu menjalani
hukumannya, kemudian memasukkannya kedalam perahu yang sudah dipersiapkan
dengan batu pemberat untuk tujuan menenggelamkannya. Orang-orang sekampung yang
ikut menghantarkan turut sedih juga dan mereka menangis, walaupun mereka
memahami kejahatan yang dilakukan oleh Siboru Naitang.
Pada sore harinya,
para pengawal Raja naibaho pulang dari pelaksanaan hukuman itu
dan memberitahukan bahwa Siboru Naitang tidak dapat tenggelam ke dasar
danau karena acapkali ditenggelamkan maka selalu muncul lagi ke permukaan dan
tak terlihat Siboru Naitang menderita malah kelihatan biasa-biasa saja.
Mendengar kejadian
itu maka mereka mendapat firasat bahwa ada sesuatu yang ditunggu atau diidamkan
oleh Siboru Naitang dari ayahnya atau ibunya, makanya dia tak dapat tenggelam.
Lalu mereka berniat membawa kembali Siboru Naitang ke kampungnya.
Sesampainya ditepi
pantai, dan di depan orang-orang yang menghantarkannya untuk menjalani hukuman
itu, dia berkata:
"Tolong
dipersiapkan untukku sebuah kuburan dan ditanam pohon jabi-jabi (sejenis pohon
beringin) agar ada nantinya tempat berteduhku. Tolong juga dibersihkan ayam
jantan berwarna merah-hitam (Mirasialtong) dengan minyak dan diletakkan bersamaan
dengan dompet sirih, agar hatiku merasa tenang dibenamkan ke dasar danau.
Setelah semua
permintaannya itu dipenuhi, dia sendiri dengan rela berjalan ke arah danau, dan
dia langsung berjalan ke tengah danau itu sehingga lambat-laun dia terlihat
semakin tenggelam dan akhirnya hilang dari pandangan. Kemudian tempat
itu menjadi tempat keramat pemujaan (sombaon).
Melihat kejadian
yang terjadi pada saudara kembarnya Siboru Naitang,Raja Inar Naborngin semakin
ketakutan apabila orangtuanya mengetahui perbuatan mereka yang kakak
beradik.
Dia merasa bahwa
Siboru Naitang sudah memberitahukan perbuatan mereka , karena itu
dia selalu bersembunyi dari penglihatan orangtuanya.
Tiba saat yang
tepat bagi Raja Inar Naborngin, dia pergi merantau ke negeri asing dan dia
sampai ke daerah marga Sihotang. Dari situ dia kemudian pergi ke arah Bakkara
kemudian melewati daerah Muara dan terus ke arah Lintongnihuta di daerah
Humbang.
Dalam
pelariannya, Raja Inar Naborngin berpikir ,lebih baiklah ia bertapa
untuk menenangkan diri dan menuntut ilmu kesaktian dari
pada melanglang buana .Setelah beberapa lama dalam
pertapaan dan merasa cukup ilmu kesaktiannya, akhirnya ia keluar
dari tempat bertapanya.
Untuk menghilangkan
jejak asalnya ,maka Raja Inar Naborngin merubah namanya menjadi Datu Galapang, karena
ilmu kesaktian yang dimiliki sangat tinggi, maka setiap dalam
perjalanannya,dia hanya membawa sebilah belati untuk senjatanya serta selalu
membawa segumpalan tanah dan sekantung air.
Dalam
pengembaraannya, Datu Galapang tiba di daerah Humbang,di sana telah
berlangsung perang antara marga Sihombing dan marga Marbun. Perang
ini pada awalnya masih seimbang , namun karena ada seorang
pangulu balang (panglima perang) dari marga Marbun yang demikian kuat dan
sakti,sehingga membuat marga Sihombing berada diambang kekalahan.
Karena Sihombing
diambang kekalahan, mereka mencari orang sakti, dari beberapa orang
mereka mendengar bahwa op.Datu Galapang berada di humbang, maka marga Sihombing
berusaha meminta pertolongan kepadanya. Mungkin karena sudah dituntun oleh
Mulajadi Nabolon (sebutan Tuhan dalam kepercayaan Batak kuno), op.Datu Galapang
akhirnya bersedia membantu marga Sihombing yang sedang diambang kekalahan,
dengan persyaratan agar disediakan sebuah rumah sebagai
tempat untuk menyusun rencana.setelah beberapa hari memusatkan
pikiran akhirnya iapun keluar dari rumah tersebut.
Dengan rasa percaya
diri yang tinggi Op.Datu Galapang mendatangi wilayah marga
Marbun dengan maksud menemui panglima perang Marbun yang kuat dan sakti
tersebut. Sesampainya di daerah kekuasaan Marbun,op.Datu Galapang
menabur dan menginjaknya serta meminum air yang dibawanya (inilah salah
satu tanda kesaktiannya).
Melihat gelagat
yang kurang baik ,Seketika datanglah Marga Marbun menghampiri dan berusaha
mengusir op.Datu Galapang.dan berkata
“ Hai orang tua
!!!! ini kampung kami jadi kau harus pergi dari sini “
Mendengar hal itu
op.Datu Galapang hanya menjawab dengan perkataan :
”. kenapa
kalian mengusir saya? bukankah tanahku sendiri yang kupijak dan airku sendiri
yang kuminum.”
Mendengar
ucapan yang “tidak biasa” itu, mereka sadar yang mereka temui tersebut bukan
“orang sembarangan”,maka marga Marbun memanggil panglimanya untuk mengusir op
Datu Galapang,dengan suara yang menggelegar panglima perang marga marbun
langsung menantang .
”Kalau memang
ini tanahmu langkahi dulu mayatku” sambil mengeluarkan
tongkat saktinya.
Menurut analisa op
Datu Galapang ,Kesaktian panglima Marbun yaitu tidak dapat dibunuh selama badan
dan kakinya menyentuh tanah (ilmu ini didaerah Jawa dikenal dengan ajian Rawa
Ronteg ). Dengan sedikit akalnya,op.Datu Galapang menantang adu
kesaktian dan berkata
“ Ayolah adu
kesaktian , yaitu dengan memperebutkan buah mangga yang ada di pucuk
pohon mangga, siapa yang dapat memetik pertama dialah pemenangnya”
Tanpa pikir panjang
panglima marga Marbun setuju dengan
pertarungan tersebut dan langsung memanjat sebuah
pohon mangga tersebut. Ketika sang panglima memanjat pohon itu,serta merta pada
saat itu kaki dan badannya tidak lagi menyentuh tanah.Kesempatan ini tidak
disia-siakan Op.Datu Galapang, dan segera menikam tubuh panglima Marbun tersebut
hingga tewas.
Melihat panglimanya
sudah tak berdaya lagi,semangat tempur marga Marbun menjadi mundur. Sampai
akhirnya marga Marbun terkalahkan dan marga Sihombing memenangi perang
tersebut.
Atas jasanya, maka
op.Datu Galapang diangkat menjadi anak oleh Marga Sihombing ,dan
sejak saat itu dia sah telah menjadi Marga Sihombing bukan Naibaho
lagi. Dan menyatukan garis keturunannya dari marga
Sihombing pemilik daerah tersebut , dengan tujuan supaya dia dapat tinggal
tetap di daerah itu. dikemudian hari setelah beberapa generasi terjadilah
ikatan janji (padan) antara keturunan Sihombing dengan keturunan Raja Inar
Naiborngin Naibaho.
Demikianlah,sehingga terjadi
parpadanan antara Marga Sihombing dan Naibaho.;Anak dari op.Datu Galapang ada 3
yaitu : op.Tuan Guru Sinomba,op.Juara Babiat dan op.Datu Lobi.
SUMBER
mantaps
BalasHapus