KISAH BORU NAITANG


KISAH BORU NAITANG
 Kisah Boru Naitang di butikan dengan adanya obyek wisata Boru Naitang yang terletak di Tajur Kecamatan Pangururan. Tempat ini perlu dilestarikan karena memiliki nilai historis dan Mistis bagi waraga pangururan dan samosir secara umum. Dalam kegiatan Batak Day SMP Negeri 2 Pangururan yang dilaksanakan setiap hari kamis pagi, pada kesempatan ini membawakan cerita Kisah si Boru Naitang. Dengan mengangkat cerita ini maka siswa selain dapat melestarikan budaya batak melalui cerita atau turi-turian, sekaligus mendoktrin siswa agar menjaga dan melestarikan lingkungan terutama tempat tempat yang memiliki nilai historis dalam budaya batak.





BERIKUT ADALAH KISAHNYA....
                                                                                        Dengke ni sabulan
Tu tonggi na tu tabo na
Halak siose padan
Tu ribur na to mago na
Pada zaman dulu di sebuah desa  , ada seorang perempuan yang sangat cantik jelita, karena kecantikannya  banyak anak raja datang untuk melamarnya sebagai isteri  . Di antara anak raja-raja tersebut hanya satu yang berhasil menundukkan hati perempuan tersebut , yaitu anak Raja Sinaga dari daerah Sirait .dan perempuan itu bernama Siboru Naitang. Untuk memeriahkan pesta perkawainan itu, Raja Sinaga membuat pesta yang sangat meriah  selama tujuh hari tujuh malam.
Jika dilihat dari segi ketampanan dan kegagahan memang anak Raja  Sinaga pantas mendapatkan seorang istri yang cantik ,tetapi jika dilihat dari segi sifat dan tingkah laku memang mereka kurang serasi.
Setelah mereka menikah, sering Siboru Naitang sering melamun, dan terbawa arus pikirannya , sudah sering anak Raja Sinaga memperingati isterinya supaya lebih terbuka menerima dirinya sebagai suami, namun hal ini tidak digubris oleh isterinya .Lama kelamaan sikap  anak Raja Sinagapun berubah dan sering menjadi kasar dan akhirnya  dia mulai mau menyiksa maupun menganiaya , tetapi semua itu ditahan sendiri  karena dia yang memilih .Karena sering di siksa dan dianiaya  akhirnya dia membuat tekad harus pisah dengan suaminya, maka disusunlah sebuah rencana  .Mengapa dia bersikap seperti itu?.
Sebelum menikah dengan anak Raja  Sinaga , Siboru Naitang sebenarnya sudah mempunyai seorang kekasih yang bernama Raja Inar Naborngin yang juga saudara kembarnya , mereka sudah seperti suami istri, dan untuk menutupi perbuatannya,   mereka  akhirnya sepakat agar Siboru Naitang menerima pinangan Raja Sinaga.
Karena kurang pengawasan orang tuanya  Siboru Naitang sudah membuat suatu sumpah dengan Raja Inar Naborngin, dimana mereka mencucuk ujung jari masing-masing sampai mengeluarkan darah, kemudian darah tersebut mereka satukan  di dalam tempayan,lalu meminumnya dan bersumpah  demi langit dan bumi mereka akan menikah dan tak mau dipisahkan oleh apapun .adapun isi sumpah mereka adalah:

Dengke  ni  sabulan
Tu tonggi na tu tabo na
Halak siose padan
Tu ribur na tu mago na

Yang artinya : Barang siapa yang melanggar sumpah
                         Akan menjadi hancur seiring perjalanan waktu

  Walaupun sudah sekian lama menjadi suami istri, namun belum ada terlihat tanda-tanda bahwa Siboru Naitang sedang mengandung anak. Disuatu saat, Siboru Naitang  merasa jenuh tinggal di rumah  dan ingin melihat saudara kembarnya ,kemudian dia mengusulkan  kepada suaminya dan berkata,
"Suamiku tercinta, alangkah baiknya kalau kita bisa berkunjung ke rumah bapak mertua di Pangururan, mungkin setelah kita  mengunjungi mereka  kita akan mendapat keturunan, karena selama ini pikiran aku selalu terbanyang akan mereka".demikian kata Siboru Naitang membuka pembicaraan, sambil membelai suaminya, walaupun itu terasa berat.
"Wah.. itu ide yang baik, istriku sayang..., senang hatiku atas idemu itu; kalau begitu persiapkan saja bekal-bekal yang perlu agar kita dapat segera berangkat besok." demikian kata suaminya.
"Karena perjalanan kita cukup jauh, kira-kira perjalanan setengah hari, jadi tidak usalah membawa bekal yang banyak, cukup untuk bekal diperjalanan saja," demikian jawaban dari Siboru Naitang.
Perjalanan ini baru pertama kali mereka lakukan berkunjung ke rumah mertua anak Raja Sinaga. Mereka berangkat berdua dan juga membawa seekor anjing kesayangan mereka.
Walaupun sudah beberapa bulan mereka menjadi suami istri, tetapi rupanya Siboru Naitang tidak pernah mau memberikan perhatian kepada suaminya. Sering juga dia hanya duduk santai dirumahnya, karena dia selalu terngiang tentang apa yang pernah dia lakukan dengan saudara laki-laki kandung kembarannya sendiri  Inar Naiborngin, sebagai temannya bermain di taman, di ladang, maupun di sawah, termasuk sebagai temannya bersenda gurau di Balai yang terdapat di ladang mereka.
Semua kejadian suka dan duka itu selalu tergiang di benak Siboru Naitang  dan juga sumpah yang sudah mereka ucapkan dalam perjalanan dengan suaminya,  walaupun terik matahari demikian kuat menyengat kulit, namun mereka tetap semangat walau keringat mengucur bagaikan air mendidih. Oleh karena itu mereka menjadi cepat lelah, lebih lagi suaminya yang sudah beberapakali menguap ternganga karena mengantuk, sehingga badannyapun sudah mengidamkan untuk berbaring karena lelah di terik matahari itu. Akan tetapi karena  merasa malu kepada istrinya, diapun berusaha melangkahkan kakinya selalu di depan .

Setelah mereka sampai di kawasan Tanah Simbolon arah ke perbukitan dekat kampung, anak  Raja Sinaga tidak tahan lagi menahan capek  dan kantuknya, maka dia minta berhenti untuk beristirahat, akhirnya mereka berteduh dibawah pohon Bintatar yang ada dekat lembah . Mereka duduk bersama disebelah pohon itu. Ada perasaan lega berteduh dibawah rindangnya daun-daun pohon Bintatar itu. Karena saking kantuknya sang anak raja itu tertidur pulas di pangkuan sang istri Siboru Naitang.
Memang sudah ada niat asing dibenak Siboru Naitang untuk berpisah dengan suaminya sejak mereka berangkat dari rumahnya di Sirait Nainggolan. Sewaktu dia melihat suaminya tertidur pulas, maka timbullah niat untuk menghabisi nyawa suaminya. Pada saat bersamaan itu teringat  dia kepada saudara laki-laki kembarannya Inar Naiborngin,dalam halunisasinya tergambar dengan jelas sedang melambaikan tangan memanggil-mangilnya, dan seolah meminta agar mereka dapat segera bertemu untuk melepaskan rindu.
Kemudian Siboru Naitang mengamati suaminya yang tertidur pulas itu dengan mata  penuh selidik apakah suaminya sudah nyenyak atau belum, kemudian ia mencabut belati tajam yang terselip dipinggang suaminya, lalu dia mengatur posisinya dengan menumpu lutut kirinya ke tanah sementara kaki sebelah kanan mengangkangi kepala suaminya yang sedang tertidur pulas itu. Dalam sekejap mata ia sudah menggorokkan belati tajam itu ke leher suaminya , dan seketika itu anak Raja Sinaga  tewas tanpa ada perlawanan.
Kemudian Siboru Naitang segera mengemasi mayat suaminya, lalu badan suaminya  di buang ke dalam lembah, akan tetapi kepalanya yang sudah terputus itu dijinjing sampai ke kampungnya . Dalam perjalanan yang tergesa-gesa itu, dia tidak lagi menanggapi orang-orang yang sedang menyapanya dalam perjalanan.
Memang pada jaman itu dirasa aneh apabila seorang berempuan yang melakukan perjalanan tanpa didampingi oleh laki-laki apalagi yang sudah punya suami .
Setelah sampai di kampung , dia langsung mencari saudara laki kembarannya itu, tetapi bungkusan kepala yang dijinjingnya itu disembunyikan terlebih dahulu .
Karena tergesa-gesa dia tidak memperhatikan bahwa anjingnya tidak mengikutinya lagi. Dan sudah pulang duluan kembali ke kampung tuannya di Sirait Nainggolan.
Memang agak heran raja di Sirait, dan dia merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres dalam perjalanan anak dan menantunya itu,  karena anjing kesayangan  mereka pulang terlebih dulu.
Keesokan harinya, mereka memanggil  seorang dukun untuk membaca tenungan (parhalaan = kalender batak) atas anaknya dan menantunya. Kemudian sang dukun menggerak-gerakkan jeruk purut yang mengambang di cawan, lalu berkata:
"Aku ada melihat menantu raja dalam keadaan sehat walafiat, akan tetapi anak raja tak terlihat, dan hanya ada bungkusan yang menyertai perjalanan menantu raja itu, dan  tidak  ada manusia yang lain yang tampak."
Biasanya hati sang raja tidak pernah khawatir bila mendengar ramalan , bahkan untuk memberangkatkan anaknya ke medan perangpun dia masih merasa tenang, namun kali ini sepertinya hatinya merasa gusar, serasa keyakinannya mulai goyah.
Untuk menutupi perasaan  yang gusar , maka Sang raja menyuruh anak buahnya untuk mempersiapkan bekal untuk menyusul  ke kampung hula-hula anaknya itu di Pangururan di bawak kaki Dolok Pusuk Buhit, karena dia sudah yakin ada masalah yang terjadi dalam perjalanan anaknya itu.
Setelah anak buahnya sampai di Pangururan, mereka menuju kampung Naibaho Siahaan. Kemudian  menanyakan di mana anak dan menantunya berada. Raja Naibaho  yang ditanya itupun menjadi bingung , karena menurut pemberitahuan putrinya bahwa dia hanya sendirian datang karena alasan yang sangat rindu keluarga, dan berkata .
“Memang benar juga itu ipar (lae), putriku sudah di sini dua hari yang lalu. Aku memang menanyakan mengapa hanya dia sendiri yang datang tanpa menantu kami anak raja itu. Putri kami mengatakan, menantu kami itu kurang suka perjalanan yang agak jauh, tetapi walaupun hanya putriku yang datang, katanya mereka sudah sepakat.”
Mendengar jawaban Raja Naibaho itu, perasaan Raja Sinaga terasa lunglai, dan dia semakin bertanya-tanya di mana gerangan anaknya berada, karena memang mereka diberangkatkan secara resmi. Oleh karena itu ia minta untuk memanggil menantunya supaya dapat didengar penjelasan tentang perjalanan mereka.
Pada awalnya, Siboru Naitang mengatakan:
"Suamiku sudah pulang kembali dari tengah perjalanan karena merasa sangat letih melakukan perjalanan itu. Aku dengan senang hati memberangkatkan dia pulang dari tengah perjalanan, aku merasa khawatir juga bahwa anak raja itu tidak terbiasa melakukan perjalanan jauh, makanya aku usulkan dia pulang saja.”
Kemudian Siboru Naitang melanjutkan:
"Sebenarnya aku mengusulkan untuk menginap saja di kampung yang dekat dengan tempat kami beristirahat, tetapi aku melihatnya sudah semakin enggan melanjutkan perjalanan kami yang masih jauh, sehingga aku menyetujui saja permintaannya untuk kembali pulang."
Penjelasan yang diberikan oleh Siboru Naitang, dapat mereka terima tanpa ada unsur kecurigaan, karena dia menyampaikannya dengan wajah yang tenang, bicara yang jelas, dan beralasan.
............................................................................................
Lain hal dengan anjing Raja Sinaga ,anjing tersebut  berkeliling-keliling  sekitar kampung Raja Naibaho,karena anjing itu mencium ada bau tuannya.  Kemudian Sang anjing,  hilir mudik mencari tuannya  sehingga sampai ke pondok dekat kampung itu di mana tempat Siboru Naitang menyimpan kepala suaminya. Melihat anjingnya gelisah, kemudian raja Sinaga memanggil anjing itu sambil mengelus-elus kepalanya.
Setelah diamati secara teliti ternyata anjingnya itu sedang menangis mencucurkan airmata, Melihat hal ini semakin jelaslah kecurigaannya bahwa sudah terjadi sesuatu yang buruk terhadap anaknya di kampung besannya Raja Naibaho. Kemudian dia menginstruksikan kepada pengawalnya untuk mengikuti kemana anjing itu pergi  tanpa diketahui Raja Naibaho. Tetapi anjing itu tidak mau lagi pergi dari samping tuannya dan matanya terus saja mencucurkan airmata.
Kemudian Raja Sinaga itu berdiri dengan maksud agar anjing itu pergi mencari di mana anaknya berada. Kembali anjing itu mengiba-ibaskan ekornya dan terlihat gelisah di rumah Raja Naibaho itu.Seketika melompatlah anjing itu mengarah ke bagian atas rumah , sambil mengaum panjang seperti tangisan sehingga yang hadir di kediaman Raja Naibaho merasa ngeri mendengar suara lengkingan anjing itu. Melihat sikap anjingnya yang demikian, Raja Sinaga berkata kepada Raja Naibaho:
"Sudah ada tergerak dihatiku bahwa ada sesuatu yang tak beres sedang terjadi kepada anakku. Oleh karena itu cobalah dulu dipanggil kembali Siboru Naitang supaya tegas aku meminta penjelasannya."
Setelah menantunya Siboru Naitang datang, secara langsung Raja Sinaga mendesak agar diberi jawaban yang tegas di mana mayat anaknya disembunyikan, karena sudah terjadi sesuatu yang buruk kepada anaknya , hal ini terlihat dari tangisan anjingnya Sihuring, dan berkata
"Kalau memang sudah nasib anakku tidak berkelanjutan menjadi suami menantuku, itu sudah takdir bagiku, aku tidak bermaksud apa-apa padamu menantuku, tetapi coba secara tegas menantuku katakan apa yang sedang terjadi", demikian kata Raja Sinaga sambil terisak.
Siboru Naitang menjadi terharu dan luruh hatinya.Kemudian    dia menjelaskan bahwa suaminya -anak Raja Sinaga itu sudah meninggal, dan kepalanya diakuinya dibawanya yang disembunyikannya di langit-langit rumah itu.
Seketika Raja Sinaga menangis berteriak dengan suara keras, demikian pula besannya Raja Naibaho, karena diapun memang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di kampung itu, lagipula kepala menantunya itu ternyata terletak dilangit-langit rumahnya.
Setelah penggalan kepala itu diambil dari langit-langit rumah itu, seketika pengawal Raja Sinaga hendak mengobrak-abrik seisi kampung , tetapi Raja Sinaga menghentikan dan berkata dengan suara kuat:
"Lebih baik aku mendengar dulu apa hukuman yang akan dijatuhkan kepada Siboru Naitang yang berhati macan itu, yang membunuh sendiri suaminya”.
Kemudian  Raja Naibaho menyetujui permintaan besannya itu
 "Besok pagi kami akan menenggelamkannya ke tengah danau yang paling dalam, agar dia dimakan ular Siniangnaga yang datang dari pusat bumi, kemudian agar dihempaskan angin topan ke hutan belantara sehingga dia akan dicabik-cabik babiat sitelpang (harimau), harimau leluhur penegak hukum. Tidak mesti hukum manusia yang dijatuhkan kepada manusia seperti ini, tetapi biarlah para leluhur dari Pusuk Buhit yang pantas menghukumnya. Tabahkanlah hati besanku, kalau engkau berkenan atas apa yang aku sampaikan tadi, tak usalah kami memanggil raja-raja hakim untuk memutuskannya."kata Raja Naibaho.
 Setelah mereka besanan itu saling sepakat, kemudian Raja Sinaga dan pengawal pulang ke kampungnya. Namun  Siboru Naitang terlihat tidak menyesali perbuatannya dan dia rela mendapat hukuman sebagaimana yang disampaikan oleh ayahnya itu.
Keesokan harinya, dibunyikan gendang (Ogung) untuk menghantarkan putrinya itu menjalani hukumannya, kemudian memasukkannya kedalam perahu yang sudah dipersiapkan dengan batu pemberat untuk tujuan menenggelamkannya. Orang-orang sekampung yang ikut menghantarkan turut sedih juga dan mereka menangis, walaupun mereka memahami kejahatan yang dilakukan oleh Siboru Naitang.
Pada sore harinya, para pengawal Raja naibaho pulang dari pelaksanaan hukuman itu dan memberitahukan bahwa Siboru Naitang tidak dapat tenggelam ke dasar danau karena acapkali ditenggelamkan maka selalu muncul lagi ke permukaan dan tak terlihat Siboru Naitang menderita malah kelihatan biasa-biasa saja.
Mendengar kejadian itu maka mereka mendapat firasat bahwa ada sesuatu yang ditunggu atau diidamkan oleh Siboru Naitang dari ayahnya atau ibunya, makanya dia tak dapat tenggelam. Lalu mereka berniat membawa kembali Siboru Naitang ke kampungnya.
Sesampainya ditepi pantai, dan di depan orang-orang yang menghantarkannya untuk menjalani hukuman itu, dia berkata:
 "Tolong dipersiapkan untukku sebuah kuburan dan ditanam pohon jabi-jabi (sejenis pohon beringin) agar ada nantinya tempat berteduhku. Tolong juga dibersihkan ayam jantan berwarna merah-hitam (Mirasialtong) dengan minyak dan diletakkan bersamaan dengan dompet sirih, agar hatiku merasa tenang dibenamkan ke dasar danau.
Setelah semua permintaannya itu dipenuhi, dia sendiri dengan rela berjalan ke arah danau, dan dia langsung berjalan ke tengah danau itu sehingga lambat-laun dia terlihat semakin tenggelam dan akhirnya hilang dari pandangan. Kemudian tempat itu menjadi tempat keramat pemujaan (sombaon).

Melihat kejadian yang terjadi pada saudara kembarnya Siboru Naitang,Raja Inar Naborngin semakin ketakutan apabila orangtuanya mengetahui perbuatan mereka yang kakak beradik.
Dia merasa bahwa Siboru Naitang sudah memberitahukan perbuatan mereka ,  karena itu dia selalu bersembunyi dari penglihatan orangtuanya.
Tiba saat yang tepat bagi Raja Inar Naborngin, dia pergi merantau ke negeri asing dan dia sampai ke daerah marga Sihotang. Dari situ dia kemudian pergi ke arah Bakkara kemudian melewati daerah Muara dan terus ke arah Lintongnihuta di daerah Humbang.

Dalam pelariannya,  Raja Inar Naborngin berpikir ,lebih baiklah ia bertapa untuk menenangkan diri dan  menuntut  ilmu kesaktian dari pada melanglang buana .Setelah beberapa lama   dalam pertapaan  dan merasa cukup ilmu kesaktiannya, akhirnya ia keluar dari tempat bertapanya.

Untuk menghilangkan jejak asalnya ,maka Raja Inar Naborngin merubah namanya menjadi Datu Galapang, karena ilmu kesaktian yang dimiliki sangat tinggi,  maka setiap dalam perjalanannya,dia hanya membawa sebilah belati untuk senjatanya serta selalu membawa segumpalan tanah dan sekantung air.
Dalam pengembaraannya, Datu Galapang tiba di daerah Humbang,di sana  telah berlangsung perang antara marga Sihombing dan marga Marbun.  Perang ini  pada awalnya masih seimbang , namun karena  ada seorang pangulu balang (panglima perang) dari marga Marbun yang demikian kuat dan sakti,sehingga membuat marga Sihombing berada diambang kekalahan.
Karena Sihombing diambang kekalahan, mereka mencari orang sakti,  dari beberapa orang mereka mendengar bahwa op.Datu Galapang berada di humbang, maka marga Sihombing berusaha meminta pertolongan kepadanya. Mungkin karena sudah dituntun oleh Mulajadi Nabolon (sebutan Tuhan dalam kepercayaan Batak kuno), op.Datu Galapang akhirnya bersedia membantu marga Sihombing yang sedang diambang kekalahan, dengan persyaratan  agar disediakan  sebuah rumah sebagai tempat  untuk menyusun rencana.setelah beberapa hari memusatkan pikiran akhirnya iapun  keluar dari rumah tersebut.
Dengan rasa percaya diri yang tinggi   Op.Datu Galapang mendatangi wilayah marga Marbun dengan maksud menemui panglima perang Marbun yang kuat dan sakti tersebut. Sesampainya di daerah kekuasaan Marbun,op.Datu Galapang menabur  dan menginjaknya serta meminum air yang dibawanya (inilah salah satu tanda kesaktiannya).
Melihat gelagat yang kurang baik ,Seketika datanglah Marga Marbun menghampiri dan berusaha mengusir op.Datu Galapang.dan berkata
“ Hai orang tua !!!! ini kampung kami jadi kau harus pergi dari sini “
Mendengar hal itu op.Datu Galapang hanya menjawab dengan perkataan :
 ”. kenapa kalian mengusir saya? bukankah tanahku sendiri yang kupijak dan airku sendiri yang kuminum.”
 Mendengar ucapan yang “tidak biasa” itu, mereka sadar yang mereka temui tersebut bukan “orang sembarangan”,maka marga Marbun memanggil panglimanya untuk mengusir op Datu Galapang,dengan suara yang menggelegar panglima perang marga marbun langsung menantang .
”Kalau  memang ini tanahmu    langkahi dulu mayatku” sambil mengeluarkan tongkat saktinya.
Menurut analisa op Datu Galapang ,Kesaktian panglima Marbun yaitu tidak dapat dibunuh selama badan dan kakinya menyentuh tanah (ilmu ini didaerah Jawa dikenal dengan ajian Rawa Ronteg ). Dengan sedikit akalnya,op.Datu Galapang menantang adu kesaktian  dan berkata
“ Ayolah adu kesaktian , yaitu dengan memperebutkan buah mangga  yang ada di pucuk pohon mangga, siapa yang dapat memetik  pertama dialah pemenangnya”
Tanpa pikir panjang panglima marga Marbun setuju dengan pertarungan  tersebut  dan langsung memanjat sebuah pohon mangga tersebut. Ketika sang panglima memanjat pohon itu,serta merta pada saat itu kaki dan badannya tidak lagi menyentuh tanah.Kesempatan ini tidak disia-siakan Op.Datu Galapang, dan segera menikam tubuh panglima Marbun tersebut hingga tewas.
Melihat panglimanya sudah tak berdaya lagi,semangat tempur marga Marbun menjadi mundur. Sampai akhirnya marga Marbun terkalahkan dan marga Sihombing memenangi perang tersebut.
Atas jasanya, maka op.Datu Galapang diangkat menjadi  anak oleh Marga Sihombing ,dan sejak saat itu  dia sah telah menjadi Marga Sihombing bukan Naibaho lagi.  Dan  menyatukan garis keturunannya dari marga Sihombing pemilik daerah tersebut , dengan tujuan supaya dia dapat tinggal tetap di daerah itu. dikemudian hari setelah beberapa generasi terjadilah ikatan janji (padan) antara keturunan Sihombing dengan keturunan Raja Inar Naiborngin Naibaho.
Demikianlah,sehingga terjadi parpadanan antara Marga Sihombing dan Naibaho.;Anak dari op.Datu Galapang ada 3 yaitu : op.Tuan Guru Sinomba,op.Juara Babiat dan op.Datu Lobi.


SUMBER

1 komentar: